AS Menggila Bombardir Yaman, Khamenei Teriak

AS Menggila Bombardir Yaman, Khamenei Teriak

Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan di Timur Tengah semakin memanas. Serangan yang dilakukan oleh Israel di Gaza, Palestina, dan Lebanon terus berlangsung, mengakibatkan banyak korban jiwa.

Di sisi lain, situasi di Suriah menunjukkan perkembangan baru, sementara Amerika Serikat (AS) juga meluncurkan serangan di Yaman.

Apa berita terbaru yang terjadi? Berikut adalah ringkasan dari CNBC Indonesia pada Rabu (18/12/2024).

1. Serangan AS di Yaman

Pada hari Senin, pasukan AS melaksanakan serangan udara di Yaman, menargetkan fasilitas komando dan kontrol yang dikelola oleh kelompok Houthi. Menurut pihak militer AS, serangan ini merupakan respons terhadap serangan Houthi terhadap kapal di Laut Merah dan Teluk Aden yang terjadi pada November 2023, sebagai reaksi terhadap konflik yang mengakibatkan kehancuran di Gaza.

“Fasilitas yang diserang adalah pusat koordinasi untuk operasi Houthi, termasuk serangan terhadap kapal Angkatan Laut AS dan kapal dagang di Laut Merah serta Teluk Aden,” ungkap Komando Pusat AS (CENTCOM) dalam pernyataan yang dilansir oleh AFP.

Penting untuk diperhatikan bahwa AS adalah sekutu dekat Israel dan telah melakukan serangan berulang kali untuk mengurangi kemampuan Houthi dalam menyerang pelayaran, meskipun serangan oleh Houthi masih terus berlanjut.

2. Korban Jiwa di Gaza Mencapai 45.000

Perang yang berlangsung antara Israel dan Gaza telah menyebabkan lebih dari 45.000 orang tewas, menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Gaza pada hari Selasa, sebagaimana disampaikan oleh Al-Jazeera.

Dari angka tersebut, 17.000 di antaranya adalah anak-anak, menambah daftar panjang tragedi yang terjadi selama 14 bulan konflik ini.

“Korban jiwa di Gaza sangat memilukan bagi warga Palestina yang telah bertahan dalam perang ini selama lebih dari 14 bulan,” ungkap laporan tersebut.

“Setiap aspek kehidupan, mulai dari sekolah hingga rumah sakit, telah menjadi sasaran serangan Israel,” tambahnya, merujuk pada laporan dari Deir el-Balah di Jalur Gaza.

Di utara Gaza, di mana situasinya lebih parah akibat pengepungan yang lebih ketat, serangan Israel juga terjadi di Rumah Sakit Kamal Adwan, dengan laporan awal menunjukkan lebih dari delapan orang tewas.

3. PBB Menyatakan Konflik Suriah Belum Usai

Konflik di Suriah masih “berlangsung” meskipun mantan presiden Bashar al-Assad telah digulingkan. Peringatan ini datang dari utusan PBB untuk Suriah, yang menyoroti bentrokan antara kelompok yang didukung oleh Turki dan Kurdi di utara negara tersebut.

Geir Pedersen, utusan khusus PBB untuk Suriah, meminta Dewan Keamanan untuk mendesak Israel agar “menghentikan semua aktivitas permukiman di Dataran Tinggi Golan yang diduduki” dan juga meminta agar sanksi terhadap Suriah dicabut untuk membantu masyarakat setempat.

“Dalam dua minggu terakhir, telah terjadi permusuhan yang signifikan sebelum gencatan senjata,” jelasnya.

“Gencatan senjata lima hari yang telah berakhir membuat saya sangat khawatir tentang laporan eskalasi militer,” ia menambahkan, merujuk pada kekerasan antara kelompok yang didukung Turki dan Kurdi.

“Eskalasi seperti ini dapat berujung pada bencana besar,” katanya. Sementara itu, AS telah mengumumkan perpanjangan gencatan senjata hingga akhir minggu antara pejuang pro-Turki dan Kurdi di Manbij, yang merupakan titik panas konflik.

4. Kritik Rusia Terhadap Israel

Pemerintah Rusia, di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin, telah mengeluarkan pernyataan mengenai tindakan Israel yang berupaya mengambil alih Dataran Tinggi Golan di Suriah di tengah kekacauan politik yang terjadi di negara tersebut. Wakil Menteri Luar Negeri Sergey Ryabkov menegaskan bahwa Israel harus menghindari ‘mabuk oleh peluang’ yang muncul akibat krisis di Suriah.

“Saya ingin memperingatkan beberapa ‘pihak yang marah’ di Yerusalem Barat untuk tidak terlalu terbuai oleh kesempatan yang ada,” kata Ryabkov sebagaimana dilansir oleh Russia Today.

“Saya meminta Israel untuk sepenuhnya mematuhi perjanjian pelepasan diri tahun 1974 dengan Suriah, yang menetapkan zona penyangga di Dataran Tinggi Golan,” tegasnya.

Awal bulan ini, pasukan oposisi Suriah melancarkan serangan mendadak di seluruh negeri, merebut sejumlah kota besar termasuk Damaskus. Sebagai respons, Bashar Assad mengundurkan diri dan mencari perlindungan di Rusia.

Setelah kejatuhan Assad, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mulai menyerbu zona penyangga antara Suriah dan Dataran Tinggi Golan, meskipun mendapat kritik tajam dari PBB dan negara-negara Arab.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa kabinetnya menyetujui rencana untuk memperluas populasi Yahudi dan “menetap” di Dataran Tinggi Golan secara permanen.

Pemerintah Israel sebelumnya menyatakan bahwa perjanjian tersebut telah berakhir dengan kejatuhan pemerintah Assad. Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, menegaskan bahwa Israel tidak berniat untuk campur tangan dalam urusan Suriah, namun menyatakan bahwa setelah kejatuhan Assad, ada ancaman dari elemen teroris yang ingin mendekati perbatasan Israel.

“Kami bertindak untuk mencegah elemen teror ekstrem agar tidak menetap di dekat perbatasan kami,” tambah Halevi.

Di sisi lain, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa serangan ke zona penyangga bertujuan menciptakan ‘area keamanan’ yang bebas dari ‘senjata strategis berat dan infrastruktur teroris’.

5. Khamenei Beri Pernyataan Keras

Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memberikan tanggapan terbaru mengenai masalah Timur Tengah, khususnya Suriah. Ia menyatakan pada hari Selasa bahwa Israel dan AS “salah besar” jika beranggapan bahwa poros perlawanan yang didukung Teheran telah runtuh dengan kejatuhan Assad.

“Dengan perkembangan di Suriah dan tindakan kejam yang dilakukan oleh rezim Zionis dan AS, mereka mengira bahwa perlawanan telah berakhir,” kata Khamenei dalam pidato yang disiarkan televisi.

“Mereka sangat keliru,” tegasnya.

Setelah kejatuhan Assad pada 8 Desember, ia melarikan diri dari negara itu saat pasukan pemberontak memasuki ibu kota Damaskus. Assad adalah sekutu dekat Iran, yang pada awalnya membantu rezimnya dalam menghadapi pemberontakan.

Saat ini, Iran menghadapi tekanan karena Hamas dan Hizbullah yang terus mengalami kerugian besar akibat perang dengan Israel yang didukung oleh Barat.

“Rezim Zionis berpikir mereka bisa mengepung dan menghancurkan Hizbullah melalui Suriah, tetapi yang akan hancur adalah Israel,” kata Khamenei pada hari Selasa.

6. Pembaruan Gencatan Senjata di Gaza

Informasi terbaru mengenai gencatan senjata di Gaza datang dari Hamas, yang menyatakan bahwa pembicaraan di Qatar “serius dan positif”.

“Hamas menegaskan bahwa, mengingat diskusi yang berlangsung di Doha di bawah naungan Qatar dan Mesir, mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan sangat mungkin jika pendudukan menghentikan pemaksaan kondisi baru,” demikian pernyataan resmi mereka.

Menurut sumber yang mengetahui diskusi tersebut, pejabat Israel tiba di Doha pada hari Senin untuk menjembatani kesenjangan antara kedua pihak. Pertemuan ini mengikuti kunjungan kepala intelijen Mossad, David Barnea, ke ibu kota Qatar minggu lalu.

Qatar, bersama AS dan Mesir, telah berperan sebagai mediator antara Israel dan Hamas selama beberapa bulan untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera. Namun, setelah gencatan senjata singkat selama satu minggu akhir tahun lalu yang berhasil membebaskan sejumlah sandera, negosiasi selanjutnya gagal menghentikan konflik yang terus berlangsung.

7. Cadangan Emas Suriah

Brankas Bank Sentral Suriah dilaporkan menyimpan hampir 26 ton emas setelah kejatuhan Assad, yang menandai berakhirnya 13 tahun perang saudara di negara itu.

Menurut laporan Reuters, jumlah cadangan ini setara dengan yang dimiliki pada awal perang saudara yang dimulai pada 2011. Cadangan emas Suriah pada Juni 2011 mencapai 25,8 ton, yang bernilai sekitar US$ 2,2 miliar pada harga pasar saat ini.

Namun, negara tersebut hanya memiliki sedikit cadangan mata uang asing dalam bentuk tunai, karena sebagian besar digunakan oleh Assad untuk mendanai perang melawan pemberontak.

“Cadangan devisa bank sentral kini sekitar US$ 200 juta dalam bentuk tunai, dan cadangan dolar hampir habis karena rezim sering menggunakannya untuk mendanai kebutuhan sehari-hari dan upaya perang,” ungkap salah satu sumber.

Setelah Assad menghentikan protes pro-demokrasi pada 2011, Suriah tidak lagi berbagi informasi keuangan dengan IMF dan organisasi internasional lainnya.

Pemerintah baru Suriah yang dipimpin oleh mantan pemberontak saat ini sedang memeriksa aset negara setelah kepergian Assad ke Rusia pada 8 Desember. Meskipun penjarah sempat mengakses beberapa bagian bank sentral, mereka tidak berhasil membobol brankas utama.

“Sebagian dari apa yang dicuri kemudian dikembalikan oleh pemerintah baru Suriah. Brankas tersebut memiliki sistem keamanan yang ketat dan memerlukan tiga kunci, masing-masing dipegang oleh orang yang berbeda, serta kode kombinasi untuk membukanya,” jelas seorang sumber.

“Brankas itu diperiksa oleh anggota pemerintahan baru Suriah beberapa hari setelah pemberontak menguasai ibu kota Damaskus, menandai akhir lebih dari 50 tahun kekuasaan keluarga Assad,” tambahnya.

(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bukan Cuma Iran, AS Terancam Hilang Pijakan di Suriah


Artikel Selanjutnya


8 Pembaruan Perang Arab, AS-Inggris Bom Yaman, Israel Dikeluarkan PBB

Hezbollah Bantu Ratusan Pejabat Rezim Assad Kabur ke Lebanon?

Hezbollah Bantu Ratusan Pejabat Rezim Assad Kabur ke Lebanon?

Suara.com –

Sebuah laporan dari surat kabar Lebanon yang kritis terhadap Hizbullah mengungkapkan bahwa kelompok tersebut diduga telah membantu ratusan perwira intelijen Suriah untuk melarikan diri ke Lebanon beberapa hari sebelum pasukan yang menentang rezim Bashar al-Assad mengambil alih Damaskus pada akhir pekan lalu.

Dalam edisi terbarunya, Nidaa al-Watan mengkritik biaya yang harus ditanggung Lebanon untuk melindungi sejumlah pejabat tinggi dan mengekspresikan kekhawatiran bahwa keberadaan sekutu Assad di Lebanon dapat memicu serangan dari Israel.

Para pemimpin Lebanon juga menyuarakan keprihatinan atas laporan ini, yang muncul setelah penemuan terowongan rahasia besar di Pegunungan Qalamoun, Suriah. Terowongan ini diyakini sebagai benteng Hizbullah dekat Damaskus dan perbatasan Lebanon, yang diduga digunakan untuk penyimpanan dan pergerakan senjata. Diketahui bahwa para perwira yang melarikan diri ke Lebanon menggunakan penyeberangan perbatasan darat.

Merujuk kepada dua pejabat keamanan yang identitasnya dirahasiakan, Nidaa al-Watan melaporkan bahwa Hizbullah telah memberikan pelat nomor kendaraan Lebanon kepada para pejabat Assad yang melintasi perbatasan melalui Masnaa. Surat kabar tersebut juga menyebutkan bahwa ribuan perwira keamanan Suriah diperkirakan telah secara ilegal menyeberangi perbatasan ke Lebanon melalui Hermel, yang terletak lebih jauh ke utara.

Baca Juga: Terungkap! Adik Assad Dalangi Bisnis Narkoba Miliaran Dolar

Laporan tersebut menyebutkan bahwa penyelundupan perwira Suriah difasilitasi melalui suap kepada anggota Direktorat Keamanan Umum Lebanon, dengan menyoroti sosok Ahmed Nakad, seorang perwira senior yang bertanggung jawab pada patroli perbatasan yang memiliki hubungan dekat dengan Ali Mamlouk, kepala Biro Keamanan Nasional Partai Ba’ath Assad.

Nidaa al-Watan juga melaporkan bahwa Mamlouk, yang dituduh terlibat dalam “tindakan teroris” terhadap dua masjid di Lebanon, kini bersembunyi di markas Hizbullah di Dahiyeh, pinggiran selatan Beirut. Ada video yang beredar di media sosial, meskipun belum terverifikasi, menunjukkan Mamlouk melarikan diri dari Suriah menggunakan perahu karet.

Di Beirut, terdapat laporan mengenai Ghada Adib Mhanna, bibi Assad melalui pernikahan, dan ibu dari Rami Makhlouf, seorang raja telekomunikasi di Suriah; serta Firas Issa Shaleesh, keponakan Dhu al-Himma Shalish, sepupu Assad yang mengawasi keamanan presiden. Keduanya dilaporkan menginap di hotel-hotel mewah, termasuk Hotel Phonecia dan Movenpick.

Khaled Qaddour, seorang pengusaha Suriah yang dikenai sanksi oleh AS karena keterkaitannya dengan Maher al-Assad, juga terlihat di Hotel Movenpick.

Menurut Nidaa al-Watan, kedua hotel tersebut dijaga ketat oleh petugas keamanan Lebanon.

Baca Juga: Erdogan Bertekad Cegah Suriah Jadi Zona Konflik Abadi

Dalam editorialnya, surat kabar tersebut memperingatkan bahwa Lebanon, yang pernah diduduki oleh pasukan Hafez dan Bashar al-Assad selama hampir tiga dekade hingga tahun 2005, berisiko “menanggung konsekuensi dari tindakan perlindungan terhadap individu-individu yang dicari oleh negara Lebanon.”

“Lebih jauh lagi, kehadiran antek-antek Assad di pinggiran kota dan Beirut membuat ibu kota berpotensi menjadi target serangan Israel,” ungkap surat kabar tersebut.

Peringatan serupa juga disampaikan oleh Partai Sosialis Progresif Lebanon, yang dipimpin oleh keluarga Jumblatt, klan Druze yang umumnya bersikap pro terhadap Hizbullah. Perdana Menteri sementara Lebanon, Najib Mikati, menyatakan pada hari Selasa bahwa dia berkoordinasi dengan lembaga peradilan dan Direktorat Keamanan Umum untuk menangani isu ini dengan cara yang “akan melindungi kepentingan Lebanon dan menjaga hubungan dengan rakyat Suriah.”

Israel dan Hizbullah telah sepakat untuk gencatan senjata pada akhir November setelah serangkaian serangan udara Israel yang intens selama dua bulan terhadap kelompok tersebut. Ini terjadi setelah satu tahun serangan roket terus-menerus dari kelompok yang didukung Iran, memaksa sekitar 60.000 penduduk utara tidak dapat kembali ke rumah mereka.

Ketika khawatir akan serangan Hezbollah di utara, Israel melakukan evakuasi penduduk tak lama setelah serangan Hamas di selatan pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan sekitar 1.200 orang tewas dan 251 orang disandera, memicu konflik di Gaza.

Segera setelah gencatan senjata diberlakukan, pemberontak Suriah melancarkan serangan di utara Suriah, mengakhiri stagnasi selama 13 tahun dalam perang saudara dan menggulingkan rezim Assad yang telah berkuasa selama puluhan tahun, didukung oleh Iran dan proksinya.

Iran juga mengungkapkan minggu ini bahwa mereka telah mengevakuasi sekitar 4.000 tentaranya dari Suriah setelah kejatuhan Assad.

Analis urusan Arab dari Channel 12, Ehud Yaari, mencatat bahwa Israel tampaknya menahan diri dari menembak jatuh konvoi udara Iran, merujuk pada laporan pelarian pejabat Assad ke Lebanon.

Referensi: anomsuryaputra.id

Suriah Jatuh ke Tangan Oposisi, AS Fokus Cegah ISIS Bangkit

Suriah Jatuh ke Tangan Oposisi, AS Fokus Cegah ISIS Bangkit

Suara.com –

Pada Senin (9/12), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kelompok teroris ISIS mungkin akan mencoba memanfaatkan situasi politik yang berubah di Suriah untuk memperkuat keberadaannya. Dia menegaskan bahwa Amerika Serikat berkomitmen untuk mencegah hal itu terjadi.

“ISIS kemungkinan akan memanfaatkan masa ketidakpastian ini untuk mengumpulkan kekuatan dan mencari tempat perlindungan yang aman. Seperti yang terlihat dari serangan presisi yang kami lakukan akhir pekan lalu, kami bertekad untuk tidak membiarkan hal itu terjadi,” kata Blinken dalam acara Penghargaan Juara Anti-Korupsi di Departemen Luar Negeri.

Ia juga menekankan komitmen AS untuk melindungi anggotanya dari berbagai ancaman, tanpa memperhatikan asal usul ancaman tersebut.

Komando Pusat AS (CENTCOM) melaporkan pada Minggu (8/12) bahwa mereka telah melaksanakan lebih dari 75 serangan udara terhadap posisi ISIS di wilayah tengah Suriah. Langkah ini diambil untuk mencegah kelompok teroris tersebut dari memanfaatkan ketidakstabilan yang sedang melanda negara tersebut.

Baca Juga: Apakah Kekaisaran Narkoba Suriah Runtuh? Nasib Captagon Setelah Kejatuhan Assad

Di hari yang sama, dilaporkan bahwa kelompok oposisi bersenjata Suriah berhasil mengambil alih Damaskus.

Perdana Menteri Suriah, Mohammad Ghazi al-Jalali, mengungkapkan bahwa ia dan 18 menteri lainnya memilih untuk tetap berada di ibu kota dan berkomunikasi dengan para pemimpin oposisi.

Kementerian Luar Negeri Rusia juga mengonfirmasi bahwa Presiden Suriah, Bashar Assad, telah mengundurkan diri dan meninggalkan negara itu setelah melakukan negosiasi dengan beberapa pihak terkait konflik.

Menurut sumber dari Kremlin yang dihubungi oleh RIA Novosti, Assad dan keluarganya telah tiba di Moskow, di mana Rusia memberikan suaka kepada mereka atas dasar kemanusiaan.

Sumber tersebut menambahkan bahwa pejabat Rusia telah berkomunikasi dengan perwakilan oposisi bersenjata Suriah, yang menyatakan bahwa mereka akan menjamin keamanan bagi pangkalan militer Rusia serta fasilitas diplomatik di Suriah.

Baca Juga: Israel Gempur 300 Serangan Udara, Lumpuhkan Pertahanan Suriah

Rezim Assad di Suriah Jatuh Usai Ditinggal Sekutu Sibuk Perang Masing-masing

Rezim Assad di Suriah Jatuh Usai Ditinggal Sekutu Sibuk Perang Masing-masing

DAMASKUS, KOMPAS.com – Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, mengemukakan bahwa hilangnya kekuasaan Presiden Suriah, Bashar Al Assad, juga disebabkan oleh berkurangnya dukungan dari para sekutunya.

Pemberontak Suriah berhasil menggulingkan rezim Assad dalam tempo kurang dari dua minggu melalui serangan yang cepat dan terencana.

Banyak kota besar berhasil keluar dari kontrol Pemerintah Suriah, yang mencapai puncaknya saat pemberontak merebut Ibu Kota Damaskus pada hari Minggu, 8 Desember 2024.

Baca juga: Kronologi Jatuhnya Rezim Presiden Bashar Al Assad di Suriah

Perang saudara Suriah dimulai pada tahun 2011, ketika pemerintah melakukan tindakan keras terhadap demonstrasi yang menuntut perubahan. Selama empat tahun terakhir, garis depan perang cenderung stagnan, hingga akhirnya pemberontak melancarkan serangan besar-besaran.

Menurut laporan dari kantor berita AFP, berikut adalah peran yang dimainkan oleh sekutu Assad serta faktor-faktor yang menyebabkan penurunan dukungan mereka.

1. Fokus Rusia pada Invasi ke Ukraina

Rezim Assad di Suriah Jatuh Usai Ditinggal Sekutu Sibuk Perang Masing-masing

AFP/YASUYOSHI CHIBA

Huruf Z penanda tentara Rusia di Ukraina terlihat di tank tempur yang direbut dan diperbarui di Kharkiv, Ukraina, 20 Februari 2023.

Rusia dan Iran merupakan sekutu utama Suriah dalam aspek militer, politik, dan diplomasi. Assad sangat bergantung pada dukungan Rusia, yang membantunya merebut kembali wilayah yang hilang sejak dimulainya konflik pada tahun 2011 berkat intervensi Moskwa.

Dukungan dari angkatan udara Rusia pada tahun 2015 mengubah arah perang, memberikan keuntungan yang signifikan bagi Assad. Namun, serangan pemberontak yang terjadi bulan lalu berlangsung ketika Rusia lebih berkonsentrasi pada konflik di Ukraina.

Serangan udara Rusia kali ini tidak dapat menghalangi kemajuan pemberontak, yang berhasil merebut kota-kota besar seperti Aleppo, Hama, Homs, dan terakhir Damaskus.

Menurut Aron Lund, usaha pemimpin kelompok pemberontak Hayat Tahrir Al Sham (HTS), Abu Mohammed Al Julani, dalam memperkuat posisi dan mengonsolidasikan kekuatan pemberontakan di bawah komandonya juga menjadi faktor penting dalam situasi ini.

2. Iran Terfokus pada Pertentangan dengan Israel

Rudal Iran, Bavar, saat dipamerkan di parade tahunan perayaan perang melawan Irak pimpinan Presiden Saddam Hussein pada 1980-1988, di Teheran pada 21 September 2024.

AFP/ATTA KENARE

Rudal Iran, Bavar, saat dipamerkan di parade tahunan perayaan perang melawan Irak pimpinan Presiden Saddam Hussein pada 1980-1988, di Teheran pada 21 September 2024.

Iran, sebagai sekutu utama Assad lainnya, telah lama menyediakan penasihat militer untuk angkatan bersenjata Suriah dan mendukung kelompok pro-pemerintah di lapangan. Namun, saat ini Iran dan sekutunya lebih fokus pada pertempuran melawan Israel, terutama setelah terjadinya konflik di Gaza.

Nick Heras, seorang analis di New Lines Institute, menyatakan kepada AFP sebelum pemberontakan mengambil alih Damaskus, bahwa keberlangsungan pemerintahan Assad akan sangat tergantung pada seberapa besar Iran dan Rusia menganggap nilai Assad dalam strategi mereka di kawasan.