PDIP Bantah Keras Dicap Jadi Inisiator Kenaikan PPN: Salah Alamat

PDIP Bantah Keras Dicap Jadi Inisiator Kenaikan PPN: Salah Alamat

Jakarta, CNN Indonesia — Ketua DPP PDIP, Deddy Yevry Sitorus, dengan tegas menanggapi tuduhan yang menyatakan partainya adalah penggagas ide kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen.

Menurutnya, narasi tersebut adalah kesalahan. Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR dan merupakan inisiatif dari pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.

“Jika ada yang menyatakan PDI Perjuangan sebagai inisiator, itu tidak benar. Kenaikan tersebut diusulkan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan,” ungkap Deddy dalam sebuah acara di Cikini, Jakarta, pada Minggu (22/12).


IKLAN


GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Deddy juga mengakui bahwa wacana tersebut muncul seiring dengan pengesahan UU HPP, di mana salah satu kader PDIP menjabat sebagai Ketua Panja. Namun, ia menekankan bahwa keputusan ini merupakan hasil konsensus lembaga yang disetujui pada 7 Oktober 2021.

Delapan fraksi di DPR RI telah setuju untuk mengesahkan RUU HPP menjadi undang-undang, dengan PKS sebagai satu-satunya fraksi yang menolak. “Pada saat itu, keputusan dibuat dengan asumsi bahwa kondisi ekonomi domestik dan global dalam keadaan stabil,” jelasnya.

Dia juga menggarisbawahi permintaan beberapa fraksi DPR yang meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana ini, mengingat daya beli masyarakat yang sedang menurun dan penurunan signifikan jumlah kelas menengah.

“Sekitar 9,3 juta anggota kelas menengah telah terdampak. Di samping itu, nilai tukar dolar juga meningkat tajam,” tambahnya.

Deddy menegaskan bahwa PDIP tidak menyalahkan pemerintahan Prabowo Subianto terkait isu ini, tetapi meminta agar Prabowo melakukan kajian mendalam mengenai dampak positif dan negatif dari rencana kenaikan PPN bagi masyarakat.

“Kami tidak menyalahkan pemerintah Pak Prabowo, sama sekali tidak. Ini adalah hasil dari kesepakatan yang dibuat sebelumnya,” imbuhnya.

Seorang anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto, menyatakan bahwa PDIP adalah pengusul rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen. Ia merujuk pada Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang merupakan produk DPR periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDIP.

Wihadi juga menekankan bahwa sikap PDIP mengenai kenaikan PPN saat ini sangat berbeda dibandingkan saat pembahasan UU HPP sebelumnya, di mana PDIP memimpin diskusi tersebut.

“Kenaikan PPN 12 persen ini adalah hasil keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang ditetapkan menjadi 11 persen pada tahun 2022 dan 12 persen hingga tahun 2025, diinisiasi oleh PDI Perjuangan,” jelas Wihadi dalam pernyataannya, Minggu (22/12).

(mnf/gil)

[Gambas:Video CNN]

Yenny Wahid Yakin jika Gus Dur Masih Hidup Bakal Menentang Kenaikan PPN 12 Persen

Yenny Wahid Yakin jika Gus Dur Masih Hidup Bakal Menentang Kenaikan PPN 12 Persen

JAKARTA, KOMPAS.com

Yenny Wahid, putri dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur), menyampaikan kekhawatirannya terhadap rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025.

Dalam pandangannya, jika Gus Dur masih hidup, beliau pasti akan berada di pihak rakyat untuk menolak kebijakan ini. “Saya percaya jika Gus Dur masih bersama kita, beliau akan berjuang untuk masyarakat kecil dan mendesak agar rencana ini dibatalkan,” kata Yenny saat menghadiri Haul Ke-15 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Sabtu (21/12/2024).

Baca juga: Rieke Diah Pitaloka Minta Pemerintah Berinovasi Cari Sumber Anggaran Negara Terkait Kenaikan PPN

Yenny mengungkapkan bahwa banyak masyarakat saat ini berada dalam situasi ekonomi yang sangat sulit. “Banyak yang mengalami kesulitan, harga kebutuhan pokok melonjak, daya beli masyarakat menurun, dan banyak yang terpaksa mengalami penurunan status ekonomi, serta angka pengangguran yang meningkat,” ujarnya.

Dia juga mengutip pendapat para ekonom yang menekankan pentingnya konsumsi domestik sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. “Namun, di tengah kesulitan ini, pemerintah justru merencanakan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Apakah ini langkah yang tepat?” tanya Yenny, mempertanyakan kebijakan tersebut.

Di samping itu, Yenny mencatat bahwa negara-negara tetangga seperti Singapura memberikan bantuan langsung kepada warganya, sementara Vietnam malah menurunkan pajak, tetapi Indonesia justru melakukan kebijakan yang berlawanan.

Dia menegaskan bahwa prioritas pemerintah seharusnya adalah kesejahteraan rakyat, bukan hanya angka-angka statistik. “Pemerintah harus lebih fokus pada pengurangan korupsi daripada menambah beban bagi rakyat,” tambahnya.

“Hadirin yang saya hormati, Gus Dur mengajarkan kita untuk membedakan antara kekuasaan dan kemanusiaan,” tegas Yenny.

Baca juga: Rieke Diah Pitaloka Peringatkan Potensi PHK Jika Kenaikan PPN 12 Persen Dipaksakan

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dan menjaga stabilitas ekonomi. “Langkah ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global,” ujarnya dalam konferensi pers berjudul “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” yang diadakan di Jakarta pada Senin (16/12/2024).

Kebijakan kenaikan PPN ini akan diterapkan secara selektif, khusus untuk barang dan jasa yang termasuk dalam kategori mewah atau premium. Berdasarkan informasi dari kemenkeu.go.id, barang dan jasa yang termasuk kategori ini antara lain makanan kelas atas, layanan rumah sakit VIP, serta pendidikan dengan standar internasional yang memiliki biaya tinggi.

Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengunjungi anomsuryaputra.id.