Akhirnya Wuling Meresmikan Lini Produksi MAGIC Baterai di Cikarang!

Akhirnya Wuling Meresmikan Lini Produksi MAGIC Baterai di Cikarang!

Jakarta

Dalam rangka mendukung perkembangan kendaraan listrik di Indonesia, yang sangat bergantung pada teknologi baterai, PT SGMW Motor Indonesia (Wuling) baru-baru ini meluncurkan lini produksi baterai MAGIC di area supplier park pabrik Wuling Motors yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. Inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen jangka panjang Wuling untuk memperkuat industri kendaraan listrik di tanah air.

Menurut pengumuman resmi yang diterima detikOto, investasi untuk fasilitas produksi baterai ini mencapai 40 juta RMB, yang setara dengan sekitar Rp 87 miliar. Dengan adanya pabrik baterai lokal ini, Wuling berharap dapat membantu mempercepat proses elektrifikasi serta melengkapi ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Selain itu, Wuling juga telah memproduksi beberapa produk lain di dalam negeri.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Andrin Adhitama, Manajer Operasi Jalur Baterai Wuling Motors, mengatakan, “Sebagai bagian dari SGMW Motor Indonesia, yang merupakan salah satu pemain utama dalam industri otomotif, kami merasa bangga dapat berkontribusi dalam mendukung transisi Indonesia menuju energi terbarukan dari bahan bakar fosil. SGMW juga berperan aktif dalam mendukung regulasi kendaraan listrik serta persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Produksi baterai lokal ini akan digunakan untuk model Wuling CloudEV dan BinguoEV di masa depan.”

Produksi baterai MAGIC Wuling akan melalui lima stasiun yang dirancang untuk menjamin efisiensi dan kualitas terbaik. Proses dimulai di Cell Stacking Station, di mana komponen baterai diatur dan disusun dalam rumah baterai.

Proses berlanjut ke Welding Station yang memanfaatkan teknologi robotik untuk menghubungkan sel baterai dan kabel harness dengan presisi tinggi.

Akhirnya Wuling Meresmikan Lini Produksi MAGIC Baterai di Cikarang!

Akhirnya Wuling Meresmikan Lini Produksi MAGIC Baterai di Cikarang! Foto: dok. Wuling Motors

Selanjutnya, di Front Pack Station, cangkang atas baterai dipasang dan dikencangkan dengan baik. Tahap berikutnya adalah Charging Station, di mana baterai diuji untuk memastikan kinerja dan keamanan selama proses pengisian dan pelepasan daya.

Di akhir proses, di Rear Pack Station, baterai ditimbang, dikemas, dan disimpan dengan baik sebelum didistribusikan ke lini produksi kendaraan listrik.

Salah satu aspek menarik dari proses produksi ini adalah Welding Station. Area ini bertugas melakukan pengelasan untuk menghubungkan sel baterai dengan kabel harness melalui dua stasiun utama: Busbar Welding dan Collecting Wire Harness Welding.

Busbar Welding menggunakan teknologi laser dengan energi tinggi untuk menyatukan sel baterai, sedangkan Collecting Wire Harness Welding Island menghubungkan sel baterai dengan kabel harness juga menggunakan laser. Kedua stasiun ini beroperasi secara otomatis dan robotik dengan menggunakan Automated Guided Vehicle (AGV), yang menjamin akurasi tinggi dan efisiensi.

Mr. Guan Hong, VP Purchasing, Quality and Engineering Wuling Motors, menyatakan, “Fasilitas ini sangat penting bagi Wuling di Indonesia untuk bersaing di pasar otomotif yang semakin ketat di masa depan. Ini memberikan kami kemampuan teknis serta fleksibilitas dalam manajemen produksi. Selain itu, kami dapat memastikan ketersediaan suku cadang baterai kendaraan listrik dan memenuhi permintaan yang ada. Yang tidak kalah penting, fasilitas ini juga berperan dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dalam produksi baterai kendaraan listrik.”

Akhirnya Wuling Meresmikan Lini Produksi MAGIC Baterai di Cikarang!

Akhirnya Wuling Meresmikan Lini Produksi MAGIC Baterai di Cikarang! Foto: dok. Wuling Motors

Zhang Ying, Manajer Saike Ruipu ME, menegaskan, “Kami akan terus berkomitmen untuk mendukung pengembangan lini produksi baterai ini agar dapat berkembang pesat dan memberikan kontribusi lebih bagi kendaraan energi baru di Indonesia. Kerjasama tim SGMW dan mitra lokal adalah kunci utama untuk menciptakan lini produksi baterai yang inovatif dan kompetitif di pasar global.”

MAGIC Battery merupakan inovasi terbaru dari Wuling yang mengintegrasikan berbagai teknologi mutakhir untuk mencapai performa tinggi dan tingkat keamanan yang optimal. MAGIC memiliki lima aspek utama: Multifunction Unitized Structure Technology (MUST), Advanced Cell Safety, Greater Performance, Intelligent Management, dan Combustion Free.

Teknologi MUST terinspirasi dari desain sayap pesawat, mengintegrasikan struktur baterai menjadi satu unit fungsional yang ringan, kuat, dan modular, sehingga meningkatkan kekuatan struktural hingga 60%. Dengan fitur Advanced Cell Safety, baterai ini dilengkapi dengan sel yang memiliki perlindungan ekstra melalui lapisan keramik. Keunggulan ini dipadukan dengan High Precision Battery Management System dan AI berbasis Cloud untuk memantau kondisi baterai secara real-time, mendeteksi lebih dari 240 parameter keamanan, dan memberikan peringatan dini.

(sumber: anomsuryaputra.id)

Ini Dia, Paradigma Filsafat Sains Terhadap Deras Kemajuan AI

Ini Dia, Paradigma Filsafat Sains Terhadap Deras Kemajuan AI

Jakarta

Tren kecerdasan buatan (AI) yang berkaitan dengan filsafat sains berfokus pada penerapan AI yang memberikan keuntungan nyata bagi Indonesia, bukan sekadar mengikuti tren yang sedang populer di negara-negara seperti Amerika Serikat dan China.

Dimitri Mahayana, seorang dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB), menjelaskan bahwa terdapat lima paradigma filsafat sains yang akan menjadi landasan dalam pengembangan AI. Paradigma ini dimulai dari eksperimen berbasis pengukuran (positivisme logis), lalu beralih ke realisme kritis, di mana AI dipandang sebagai konstruksi sosial yang memerlukan pendekatan kritis dalam penerapannya.

“Selanjutnya, kita akan memasuki fase interpretivisme, di mana perkembangan AI terinspirasi oleh narasi yang kita ciptakan. Dari sudut pandang ini, postmodernisme muncul, menunjukkan bahwa AI dapat berfungsi sebagai bagian dari hegemoni yang memperkaya kelompok kaya. Akhirnya, kita akan berujung pada paradigma pragmatisme yang lebih menekankan nilai-nilai material,” jelas Dimitri dalam sebuah seminar bertajuk “Kuliah Umum Filsafat Sains AI: Singularitas, Hype atau Realitas, dan Strategi untuk Indonesia” yang diadakan di Aula Timur ITB pada Rabu (4/12/2024).


IKLAN


GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Dia menambahkan bahwa melalui paradigma tersebut, muncul pemikiran yang dikenal sebagai “MINMAX”, yang berarti meminimalkan risiko AI sambil memaksimalkan manfaatnya untuk Indonesia. Konsep MINMAX AI ini terdiri dari enam elemen penting agar AI tidak hanya menjadi tren sementara.

Enam elemen tersebut adalah:

  • M untuk Manfaat, yang menegaskan bahwa AI harus memberikan keuntungan maksimal bagi masyarakat.
  • I untuk Indonesia, menekankan bahwa Indonesia tidak hanya mengikuti arus AI global, tetapi juga menjadi pusat AI bagi kepentingannya sendiri.
  • N untuk Narasi, yaitu membangun narasi positif seperti konsep AII (Akal Inspiratif Indonesia), di mana AI mendukung masyarakat kecil, merdeka, berkeadilan, dan mampu meningkatkan kesejahteraan bangsa.
  • M berikutnya untuk Mengukur, yang bertujuan menciptakan ukuran evaluasi AI yang relevan dengan konteks Indonesia melalui kolaborasi antara pemerintah, sektor bisnis, dan akademisi.
  • A untuk Aman, yang mencakup penanganan isu-isu seperti keamanan data, bias, transparansi, akurasi, keadilan, halusinasi, dan isu terkait lainnya.
  • X untuk X Factor, yang mengakui bahwa masa depan AI adalah variabel X yang selalu berubah dan tidak sepenuhnya dapat diprediksi.

“Sangat sulit untuk memprediksi perkembangan AI yang begitu cepat dan fenomenal ini. Oleh karena itu, kita harus terus berpikir kritis dan melakukan refleksi dalam menghadapi perubahan yang dihadirkan oleh AI, sesuai dengan lima paradigma filsafat sains,” kata Dimitri, yang juga penulis buku Filsafat Sains dan Apakah Silikon Bisa Menangis? yang diterbitkan oleh Penerbit ITB pada tahun 2024.

Agus Nggermanto, yang dikenal sebagai Paman Apiq dan seorang Youtuber literasi numerasi dengan 512 ribu pengikut, mengaitkan AI dengan kisah Phaeton, putra Dewa Helios, yang juga dibahas oleh penulis terkenal Yuval Noah Harari dalam karya terbarunya.

“Phaeton ingin mengemudikan kereta matahari meskipun telah diperingatkan tentang risiko yang akan dihadapinya. Ia tidak mampu mengendalikannya, yang menyebabkan bumi kadang menjadi terlalu dingin dan kadang terlalu panas akibat pergerakan matahari yang tidak stabil. Beruntung, Dewa Zeus mengetahui hal ini dan menghentikan kereta tersebut dengan petir. AI bisa menjadi seperti kereta matahari itu, bergerak tanpa kontrol dan dapat menyebabkan kerusakan yang serius,” ujarnya.

Sebaliknya, pandangan yang berbeda muncul dari Ray Kurzweil, seorang futurolog teknologi asal AS, dalam dua buku terkenalnya, The Singularity is Near (2005) dan The Singularity is Nearer (2024). Menurutnya, kolaborasi antara mesin seperti AI dan manusia akan membentuk satu kesatuan atau singularitas yang menciptakan kecerdasan yang jauh lebih tinggi.

Dia bahkan memperkirakan bahwa pada tahun 2029, AI akan lebih cerdas daripada otak manusia, dan pada tahun 2045, kolaborasi tersebut akan mampu menaklukkan alam semesta. Kurzweil juga berpendapat bahwa teknologi pada akhirnya akan memiliki kesadaran spiritual, seperti yang dijelaskan dalam bukunya The Age of Spiritual Machine (1999).

“Namun, hingga saat ini, kita belum melihat adanya kesadaran spiritual pada AI. Selain itu, teknologi juga belum mampu menyelesaikan masalah-masalah seperti pencemaran lingkungan, krisis iklim, pengangguran, dan berbagai gangguan psikologis. Pandangan ini terlihat terlalu optimis, dan terbukti bahwa Hukum Moore dari transistor tidak membawa teknologi menuju singularitas,” kata penulis Kecerdasan Kuantum (2005) tersebut.

Paman Apiq melanjutkan, Nick Bostrom, seorang filsuf dari Oxford, Inggris, dalam bukunya Deep Utopia (2024) mengemukakan pandangan yang lebih moderat. Dia berpendapat bahwa meskipun AI dapat mengakibatkan hilangnya banyak pekerjaan, kekuatan yang sama juga dapat membuka peluang baru di luar model pekerjaan tradisional. Dalam konteks ini, manusia dituntut untuk memaksimalkan kualitas peluang yang ada sebagai strategi untuk membantu pekerja di tengah tren otomatisasi yang semakin pesat.

“Dalam banyak karya, terutama dari Harari, ia berhasil mengkritisi AI tetapi gagal memberikan solusi yang nyata. Harari bahkan secara implisit merekomendasikan pemimpin untuk menjadi ‘predator’ dunia. Padahal, etika dan moralitas adalah yang paling utama; jika AI mendorong kita untuk berperilaku baik dan menghormati orang tua, maka kita harus mengikutinya. Namun, jika tidak, kita harus mengabaikannya,” ungkapnya.

Dekan STEI ITB, Tutun Juhana, menyatakan bahwa AI adalah kemajuan teknologi terbaru yang dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar dalam bidang sains dan sangat berpengaruh di seluruh dunia.

“STEI ITB bersama seluruh jajarannya, termasuk dosen, peneliti, dan mahasiswa, akan sepenuhnya berkomitmen untuk mendukung kemajuan sains dan teknologi ini,” tambahnya.

Pengalaman Industri

Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI, Arga M Nugraha, menjelaskan bahwa AI berbeda dari tren teknologi sebelumnya, seperti Metaverse, Google Glasses, dan Blockchain, yang sempat meroket namun kemudian meredup. AI lebih nyata dan fungsional, sehingga manfaatnya terasa lebih besar, tetapi masyarakat tetap perlu bersikap proporsional terhadapnya.

“Kita harus melihat dengan jernih nilai yang dibawa oleh AI. AI adalah alat; ia tidak menggantikan posisi manusia, tetapi di BRI, fungsinya adalah untuk meningkatkan kemampuan karyawan kami,” tambahnya.

Arga, yang juga menjabat sebagai Ketua Project Management Office (PMO) AI di Kementerian BUMN, melanjutkan bahwa secara filosofis, masyarakat tidak boleh bertindak seperti anak kecil yang menemukan palu dan langsung menggunakannya untuk segala hal. AI tidak dapat diterapkan sembarangan, karena ia bukanlah solusi untuk semua masalah publik.

Namun, banyak BUMN yang telah berhasil menerapkan AI dengan efektif, seperti PLN yang menggunakan GenAI untuk pemeliharaan jaringan, Jasa Marga dengan sistem manajemen kecelakaan, AirNav untuk deteksi objek di landasan pesawat, dan BRI dengan chatbot humanis bernama Sabrina untuk melayani nasabah.

Budi Sulistyo, Senior Expert di Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, menegaskan bahwa keseimbangan dalam penerapan AI sangat penting. Menurut Judea Pearl dalam bukunya The Book of Why (2018), LLM (Large Language Model) memiliki kelemahan signifikan. “LLM hanya sebatas korelasi, sementara analisis kausalitas adalah ranah intelektualitas manusia,” katanya.

*) Dr. Muhammad Sufyan Abdurrahman, Dosen Digital Public Relations Telkom University

(nwk/nwk)

Referensi: anomsuryaputra.id