Perlu 5 Kali Pemilu Perbaiki Demokrasi yang Dirusak Jokowi

Perlu 5 Kali Pemilu Perbaiki Demokrasi yang Dirusak Jokowi

Suara.com – Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), menegaskan bahwa partainya tidak akan tinggal diam terhadap berbagai upaya yang berpotensi merusak demokrasi di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan telah memakan banyak korban, dengan lebih dari 6,5 juta rakyat Indonesia yang kehilangan nyawa dalam pertempuran.

Nilai Kedaulatan Rakyat

“Kedaulatan rakyat adalah sesuatu yang sangat berharga. Oleh karena itu, PDI Perjuangan akan terus mengedepankan isu-isu terkait ancaman terhadap demokrasi kita,” ujar Hasto dalam konferensi pers mengenai Pilkada Serentak 2024 yang berlangsung di Sekolah Partai PDIP di Lenteng Agung, Jakarta, pada Rabu (4/12/2024).

Perlu 5 Kali Pemilu Perbaiki Demokrasi yang Dirusak Jokowi
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto. (Suara.com/M. Yasir)

Hasto juga menyoroti adanya pihak-pihak yang berusaha melemahkan demokrasi, termasuk intervensi dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat mengubah syarat calon presiden dan wakil presiden.

Ia mengungkapkan bahwa ada manipulasi aturan di MK yang bertujuan untuk mempermudah pencalonan Gibran Rakabuming Raka, anak Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai calon Wakil Presiden.

Baca Juga: Punya Gelar ‘Gus’ Tapi Tanpa Akhlak, Sosiolog ‘Ceramahi’ Gus Miftah dengan Ayat Alquran setelah Mengomentari Nasib Penjual Es Teh

“Pernyataan PDI Perjuangan ini diilhami oleh pandangan Prof. Ikrar Nusa Bakti yang menekankan perlunya lima kali pemilu untuk memperbaiki kerusakan demokrasi yang terjadi selama era Jokowi,” lanjut Hasto.

Lebih lanjut, Hasto mengungkapkan keprihatinan terkait keterlibatan Partai Cokelat (Parcok) yang dinilai telah menjauhkan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya adil, di mana hukum seharusnya menjadi pilar utama dalam menjaga demokrasi itu sendiri.

Hasto juga mengekspresikan kekhawatiran mengenai keterlibatan aparat kepolisian yang disebut sebagai Partai Cokelat dalam Pilkada serentak 2024.

“Ini adalah ancaman bagi masa depan Indonesia, yang telah diperjuangkan oleh lebih dari 6,7 juta jiwa rakyat Indonesia. Kita harus selalu ingat bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan,” tutupnya.

Baca Juga: Kini Ditantang Jualan Es Teh Keliling, Masa Lalu Gus Miftah Dikuliti Netizen: Dulunya Susah, Kini Lupa Diri

Tuding Partai Cokelat jadi Alat Politik Jokowi, PDIP Puji Jenderal Hoegeng: Polisi Merah-Putih, Bukan Parcok!

Tuding Partai Cokelat jadi Alat Politik Jokowi, PDIP Puji Jenderal Hoegeng: Polisi Merah-Putih, Bukan Parcok!

Suara.com – Hasto Kristiyanto Menyoroti Fenomena Partai Cokelat dalam Pilkada Serentak 2024

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengungkapkan keprihatinannya atas kemunculan Partai Cokelat, atau yang dikenal sebagai Parcok, di tengah gelaran Pilkada Serentak 2024. Hasto berpendapat bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memperkuat sistem demokrasinya, terutama jika struktur bernegara terus terganggu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dia menekankan bahwa ada banyak hal yang perlu diperjuangkan untuk mengembalikan stabilitas demokrasi seperti yang pernah ada. Hasto mengaitkan fenomena ini dengan praktik-praktik buruk yang terjadi selama Pilkada Serentak 2024, yang dipicu oleh pengaruh Partai Cokelat.

“Dalam konteks Pilkada Serentak ini, kami di PDI Perjuangan merasa penting untuk mengangkat isu tentang Partai Cokelat. Ini berkaitan dengan bagaimana ambisi kekuasaan dapat mempengaruhi tindakan Presiden Jokowi demi kepentingan pribadi dan keluarganya, serta menciptakan norma-norma baru yang merugikan. Hal ini berpotensi mengubah peran Kepolisian Republik Indonesia, yang sejatinya harus loyal kepada Merah Putih dan Presiden Prabowo Subianto, menjadi alat untuk kepentingan politik tertentu,” jelas Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta, pada Minggu (1/12/2025).

Baca Juga: Effendi Simbolon Dipecat PDIP karena Membelot ke Jokowi, Hasto: Kalau Ketemu Prabowo Gak Apa-apa

Tuding Partai Cokelat jadi Alat Politik Jokowi, PDIP Puji Jenderal Hoegeng: Polisi Merah-Putih, Bukan Parcok!
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah (dua dari kiri). (Suara.com/Bagaskara)

Hasto juga mengajak seluruh anggota Polri untuk mempertahankan semangat Polri Merah Putih. Dia menekankan pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat dan mandat rakyat dalam menegakkan keadilan serta ketertiban hukum.

“Polisi memiliki teladan yang sangat jujur dan dicintai oleh rakyat. Kita bisa melihat contoh dari Jenderal Hoegeng, yang menjadi panutan bagi banyak orang. Beliau adalah sosok polisi yang selalu mengedepankan prinsip Merah-Putih, bukan Parcok,” tambah Hasto.

Dia juga mencatat bahwa di beberapa daerah, fenomena Partai Cokelat ini berkembang dengan sangat cepat. Oleh karena itu, Hasto mengimbau seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama menjaga stabilitas Republik Indonesia agar tidak terancam kehancuran.

Pimpinan PDIP saat membeberkan alasan memecat Effendi Simbolon karena membelot ke Jokowi. (Suara.com/Novian)
Pimpinan PDIP saat membeberkan alasan memecat Effendi Simbolon karena membelot ke Jokowi. (Suara.com/Novian)

“Mari kita jaga kemerdekaan, kedaulatan, serta keberanian kita untuk berbicara, agar Republik Indonesia yang telah diperjuangkan dengan susah payah oleh para pendiri dapat tetap berdiri kokoh,” seru Hasto.

Baca Juga: Geger! Pria Disabilitas jadi Tersangka, Polda NTB Bongkar Motif Agus Buntung Rudapaksa Mahasiswi: Dia Ancam Bongkar Aib

Hasto menekankan bahwa sebuah negara yang tidak memiliki sistem hukum yang kuat, serta di mana sistem demokrasinya dimanipulasi, akan menjadi ibarat tubuh tanpa tulang, kehilangan kekuatan dan integritas.

“Di tengah berbagai tantangan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia, kepada seluruh civil society, dan kepada semua pihak yang berjuang untuk demokrasi yang masih menjaga akal sehat dan berani menegakkan kebenaran demi melindungi tanah air ini,” ungkap Hasto.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menambahkan bahwa Polri harus menjunjung tinggi Tri Brata dan Catur Prasetya. Dia berpendapat bahwa saat ini Polri belum mampu memenuhi harapan masyarakat.

“Seharusnya Polri dapat mengayomi, melindungi, dan menjaga masyarakat,” tutup Deddy.