Anggota DPR Usul Barang Mewah Produk Lokal Tak Kena PPN 12 Persen

Anggota DPR Usul Barang Mewah Produk Lokal Tak Kena PPN 12 Persen

Jakarta, CNN Indonesia

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, telah mengusulkan kepada pemerintah agar beberapa barang mewah yang diproduksi dalam negeri dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.

“Produk domestik seharusnya memenuhi kriteria tertentu; tidak dikenakan pajak 12 persen penuh tetapi tarif yang lebih rendah, yaitu 10 persen. Penegasan ini sangat penting untuk membedakan antara barang impor dan produk lokal,” ujarnya saat melakukan kunjungan kerja ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pembuat anggur di Denpasar, Bali, pada hari Sabtu (7 Desember).

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Ia mencontohkan bahwa jika anggur dikategorikan sebagai barang mewah, maka penting untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap produk yang dihasilkan oleh UMKM di tanah air.

“Apa sebenarnya yang memenuhi syarat sebagai barang mewah? Kami khawatir tentang penerapan pajak 12 persen secara menyeluruh, terutama karena Presiden telah menunjukkan bahwa ini hanya berlaku untuk barang-barang mewah,” tambahnya.

Anggota Komisi VII lainnya, Erna Sari Dewi, juga memberikan komentar selama kunjungan tersebut bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang yang dikategorikan sebagai barang mewah (kategori merah), sedangkan barang kebutuhan pokok yang diperlukan masyarakat seharusnya tetap dibebaskan dari pajak.

Regulasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), di mana PPN 12 persen direncanakan mulai diterapkan pada 1 Januari 2025.

“Pajak ini khusus untuk barang mewah. Untuk semua yang berada di luar klasifikasi itu, tarif tetap 11 persen. Saya percaya ini adalah kebijakan luar biasa yang sejalan dengan mandat undang-undang dan harus dipatuhi,” jelas Erna.

Mengenai klasifikasi barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen, ia berharap pemerintah segera merampungkan regulasi yang berasal dari undang-undang ini.

Anggota DPR Usul Barang Mewah Produk Lokal Tak Kena PPN 12 Persen

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menekankan bahwa implementasi PPN 12 persen yang efektif mulai tahun 2025 akan dilakukan sesuai dengan undang-undang, namun dengan pendekatan yang selektif.

Kepala Negara mengungkapkan bahwa kenaikan PPN hanya akan diterapkan pada barang-barang mewah, sambil memastikan bahwa perlindungan terhadap masyarakat tetap menjadi prioritas pemerintah.

“Seperti yang telah dijelaskan, PPN ini diamanatkan oleh undang-undang, dan kami akan menegakkannya, tetapi secara selektif, hanya untuk barang-barang mewah,” tegas Prabowo pada hari Jumat lalu.

(Antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Tito Keberatan Polri di Bawah Kemendagri

Tito Keberatan Polri di Bawah Kemendagri

Jakarta, CNN Indonesia

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyampaikan keprihatinannya terkait usulan untuk menempatkan Polisi Nasional (Polri) di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Saya memiliki sejumlah keraguan mengenai hal ini,” ungkap Tito saat konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (2/12).


IKLAN


GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Tito menekankan bahwa pemisahan posisi Polri, yang saat ini langsung berada di bawah presiden, sejalan dengan mandat yang ditetapkan oleh Reformasi 1998.

“Struktur ini telah ada sejak saat itu, dengan Polri beroperasi di bawah otoritas presiden. Ini mencerminkan reformasi yang telah kita jalani,” jelasnya.

Sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri atau Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, menyatakan bahwa usulan ini muncul akibat masalah yang terus berlanjut dalam Polri, terutama keterlibatannya dalam urusan politik.

Deddy menegaskan bahwa keputusan Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden kelima Indonesia dan Ketua Umum PDIP saat ini, untuk memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000 bertujuan agar Polri, sebagai institusi sipil dengan kemampuan penegakan hukum, dapat beroperasi secara mandiri dan melayani masyarakat dengan efektif.

“Namun, apa yang kita saksikan adalah bahwa Polri tidak hanya terlibat dalam isu politik, tetapi juga mengalami penurunan signifikan dalam fungsi internalnya dan kemampuannya untuk melayani publik,” ungkap Deddy di kantor DPP PDIP Jakarta pada Minggu (1/12).

Di sisi lain, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengklaim bahwa mayoritas fraksi—tujuh dari delapan—di Komisi III menolak usulan untuk menempatkan Polri di bawah TNI atau Kemendagri.

(rzr/fra)

[Gambas:Video CNN]