Jakarta, CNBC Indonesia – Selandia Baru mengakhiri tahun 2024 dengan berita yang kurang menggembirakan. Dalam pengumuman pada 19 Desember 2024, negara ini resmi dinyatakan mengalami resesi.
Resesi merupakan kondisi di mana ekonomi suatu negara mengalami penurunan produk domestik bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut atau lebih.
Dampak dari resesi ini terlihat jelas di Selandia Baru, di mana nilai mata uang lokal mengalami penurunan. Ketegangan antara pemerintah dan oposisi semakin meningkat seiring dengan kondisi ekonomi yang memburuk ini.
Menurut data terbaru, PDB Selandia Baru mengalami penurunan yang lebih tajam dari yang diperkirakan, yaitu 1% pada kuartal III, dibandingkan kuartal sebelumnya. Sebelumnya, para analis hanya memperkirakan kontraksi sebesar 0,2%.
Ini adalah kontraksi kedua yang terjadi dalam dua kuartal berturut-turut, setelah kuartal II-2024 mencatatkan penurunan sebesar 1,1%.
Laporan dari Kiwibank menunjukkan bahwa hampir semua sektor industri di Selandia Baru terkena dampak dari penurunan ini. “Penurunan ini sebagian diimbangi oleh revisi positif pada statistik pertumbuhan di awal tahun,” tambah laporan tersebut, sebagaimana dilansir oleh AFP.
Situasi ekonomi Selandia Baru memang menunjukkan kemerosotan, dengan enam bulan terakhir menjadi yang terburuk sejak 1991. Menariknya, catatan ini muncul tanpa adanya penurunan signifikan selama masa pandemi Covid-19.
Diharapkan tren negatif ini akan terus berlanjut hingga kuartal terakhir, yaitu Q4 2024. Kiwibank memprediksi bahwa penurunan pada waktu itu mungkin akan menjadi yang terakhir sebelum kondisi mulai membaik.
“Ini mungkin menjadi akhir dari siklus penurunan… dengan kemungkinan pemotongan suku bunga sebesar satu persen pada kuartal tersebut yang bisa membawa harapan baru di masa depan,” jelas laporan Kiwibank.
Sebuah analisis dari Trading Economics menunjukkan bahwa tekanan penurunan berasal dari sektor manufaktur (-2,6% dibandingkan +1,3% pada Q2), layanan bisnis (-1,5% dibandingkan -0,7% pada Q2), dan konstruksi (-2,8% dibandingkan -1,6% pada Q2).
Menteri Keuangan, Nicola Willis, menyatakan bahwa ekonomi negara tersebut telah mengalami kontraksi selama delapan kuartal berturut-turut. Namun, dia tetap optimis bahwa perbaikan akan terjadi pada tahun 2025 mendatang.
Di sisi lain, Partai Buruh sebagai oposisi pemerintah menyalahkan Willis atas terjadinya resesi ini, dengan menyebutkan bahwa kebijakan pemotongan dan penghematan yang diterapkan pemerintah menjadi penyebab utama.
Mereka meragukan langkah-langkah yang diambil oleh Willis untuk memperbaiki situasi. “Tidak ada akuntansi kreatif yang bisa dilakukan Nicola untuk memperbaiki angka PDB ini,” ungkap salah satu anggota oposisi.
Daftar Negara yang Mengalami Resesi
Selandia Baru kini bergabung dengan daftar negara yang sebelumnya mengalami resesi, termasuk Argentina. Negara yang dikenal dengan tradisi sepak bolanya ini sedang menghadapi krisis ekonomi yang parah.
Ekonomi Argentina tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,1% pada kuartal I-2024 dibandingkan kuartal sebelumnya (quartal to quartal/qtq). Selain itu, pada kuartal IV-2023, ekonominya juga terkontraksi sebesar 1,9% (qtq).
Secara tahunan, ekonomi Argentina mengalami penurunan sebesar 2,1% (year on year/yoy) pada kuartal III-2024, sementara pada kuartal II-2023, kontraksinya mencapai 1,7%. Argentina telah mengalami kontraksi selama enam kuartal berturut-turut (yoy).
Resesi ini memperburuk keadaan di Argentina, yang tengah menghadapi kekacauan setelah Kongres menyetujui paket reformasi ekonomi yang diusulkan oleh Presiden Javier Milei. Presiden yang berusia 53 tahun ini telah memimpin Argentina sejak bulan Desember 2023.
Tim CNBC Indonesia telah merangkum daftar negara yang jatuh ke dalam resesi pada tahun 2024. Untuk informasi lebih lanjut, silakan cek tautan artikel riset yang tersedia di anomsuryaputra.id.
(dem/dem)
Artikel Selanjutnya
Warga Tinggalkan Negara Tetangga RI Ini Akibat Tingginya Pengangguran