Video: Pemanfaatan AI untuk Pindai Otak Pengidap Stroke

Video: Pemanfaatan AI untuk Pindai Otak Pengidap Stroke

Video: Pemanfaatan AI untuk Pindai Otak Pengidap Stroke

Tim peneliti di Eropa telah mengembangkan sebuah sistem kecerdasan buatan yang dirancang khusus untuk mendukung para penyintas stroke. Alat canggih ini memiliki kemampuan untuk melakukan pemindaian menyeluruh pada kondisi otak, memberikan harapan baru bagi individu yang mengalami efek samping dari stroke. Dengan teknologi ini, diharapkan proses diagnosis dan penanganan dapat dilakukan dengan lebih efektif, sehingga meningkatkan kualitas hidup para penyintas.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi anomsuryaputra.id.

Pemanfaatan AI untuk Pindai Otak Pengidap Stroke

Pemanfaatan AI untuk Pindai Otak Pengidap Stroke

Logo 20detik

Video: Pemanfaatan AI untuk Pindai Otak pada Pasien Stroke

Jumlah Tampilan

8,146 Tampilan | Kamis, 26 Desember 2024 10:45 WIB

Tim peneliti di Eropa baru-baru ini menciptakan alat canggih berbasis AI yang dirancang khusus untuk membantu pasien stroke. Teknologi inovatif ini mampu melakukan pemindaian otak dengan tingkat efisiensi yang tinggi.

Wanodya S/Reuters – 20DETIK

“`

Referensi: www.anomsuryaputra.id

Ancaman atau Anugerah bagi Musisi?

Ancaman atau Anugerah bagi Musisi?

Jakarta

Kecerdasan buatan, atau yang lebih dikenal sebagai artificial intelligence (AI), semakin memperluas jangkauannya ke berbagai sektor, termasuk dalam industri musik. Kehadiran AI yang memberikan kemudahan dalam berbagai pekerjaan sering kali memicu perdebatan, terutama karena hasilnya bisa bersaing dengan karya manusia yang asli. Lalu, bagaimana pengaruhnya dalam dunia musik?

Di sektor lain, seperti desain grafis, AI mampu menciptakan karya iklan yang dapat menggantikan peran desainer. Hal ini bisa terjadi berkat kemampuan AI dalam memproses dan menganalisis data dalam jumlah besar.

Steiner Jeffs, seorang peneliti dari University of Agder di Norwegia, menjelaskan bahwa kekhawatiran terhadap AI di bidang visual sangatlah wajar. Pasalnya, teknologi yang mampu mengubah teks menjadi gambar bekerja dengan sangat efisien.


Iklan


Gulir untuk melanjutkan konten

Namun, dalam konteks musik, pandangan terhadap AI bisa berbeda. Khususnya dalam proses penciptaan yang dapat mendukung musisi dalam berkarya.

“Musisi tetap ingin menciptakan musik karena proses tersebut memiliki makna yang mendalam bagi mereka,” ungkap Jeffs, sebagaimana dikutip dari situs resmi University of Agder.

Di sisi lain, proses pembuatan musik juga memberikan wawasan kepada penggemar. Fenomena di mana artis merilis versi demo atau berbagi video tentang cara mereka menciptakan lagu di studio semakin meningkat.

Dengan cara ini, penggemar dapat merasakan langsung bagaimana proses kreatif dalam menciptakan lagu berlangsung.

“Tampaknya ada peningkatan minat terhadap hal-hal yang autentik dan mentah, dan bukan tidak mungkin tren serupa juga akan muncul di bidang seni visual dan lainnya,” tambahnya.

AI Mempengaruhi Kehidupan Musisi

Nyatanya, meskipun AI dapat membantu dalam pekerjaan, dampaknya terhadap pendapatan musisi tetap menjadi perhatian. Salah satu contohnya adalah layanan streaming yang cenderung mengurangi pendapatan dari penjualan rekaman.

Dalam situasi ini, konser menjadi sumber pendapatan utama bagi para musisi. Menurut Jeffs, pasar konser tidak mungkin tergantikan oleh AI.

“Orang-orang akan selalu tertarik dengan penampilan langsung, dan kita tetap ingin menikmati musik secara langsung,” kata Jeffs.

Namun, Jeffs juga mencatat bahwa banyak pekerjaan sampingan yang sebelumnya menjadi sumber penghasilan musisi kini mulai digantikan oleh AI. Contohnya, pembuatan musik latar, jingle untuk radio dan podcast, serta musik untuk film, permainan, dan iklan.

Tanpa diragukan, AI juga berpotensi mengambil alih pekerjaan aransemen untuk paduan suara dan orkestra.

AI Tak Bisa Menghadirkan Emosi Dalam Musik

Meski demikian, Jeffs menegaskan bahwa AI tidak dapat menggantikan emosi yang terkandung dalam musik.

“Manusia masih memerlukan musik yang dapat membangun hubungan emosional yang dalam. Meskipun banyak musik yang kita dengar dalam latar belakang acara realitas, mungkin diproduksi menggunakan AI,” jelas Jeffs.

Dalam hal ini, Jeffs juga menjelaskan bahwa beberapa musisi kini mulai memanfaatkan AI dalam proses produksi musik mereka. Beberapa menggunakan AI sebagai mitra kreatif saat menulis lagu, karena AI memberi mereka kebebasan untuk bereksperimen tanpa rasa takut akan kritik.

Selain itu, ada yang memanfaatkan kesalahan yang dibuat oleh AI sebagai inspirasi untuk ide-ide baru.

“Banyak musisi merasa memiliki lebih banyak waktu untuk berkreasi saat AI menangani tugas-tugas rutin,” jelas Jeffs.

Meski demikian, ada kekhawatiran bahwa AI dapat menyebabkan musik menjadi seragam. Hal ini disebabkan oleh cara kerja AI yang memanfaatkan musik yang sudah ada untuk menciptakan sesuatu yang baru.

Musik yang dihasilkan oleh AI sering kali kehilangan elemen unik yang biasanya muncul dari ketidaksempurnaan.

“Ada anggapan bahwa seniman masa depan akan menguasai seni dalam menyusun deskripsi atau perintah untuk AI. Namun, ini memerlukan waktu dan usaha yang besar untuk mengembangkan selera. Apakah Anda benar-benar dapat menulis perintah yang menghasilkan sesuatu yang menarik jika Anda belum benar-benar memahami seni tersebut?” ujar Jeffs.

Meski ada tantangan, Jeffs tetap optimis bahwa teknologi AI dapat membuka peluang baru bagi artis untuk bersaing dengan yang lebih besar. Menurutnya, cara untuk dikenal sebagai seorang artis kini tidak lagi bergantung pada label rekaman.

“Sekarang, cara baru untuk dikenal sebagai artis tidak lagi melalui label rekaman. Lebih sering, hal itu terjadi melalui mikrokultur, biasanya lewat YouTuber populer atau platform media sosial lainnya,” jelasnya.

Jeffs juga mengingatkan bahwa jika teknologi ini tidak digunakan dengan bijak, musik dapat kehilangan keunikan. Jika hal ini terus berlanjut, generasi musisi berikutnya mungkin akan kehilangan kontak dengan seni yang mereka cintai.

(faz/faz)

detikEduSelasa, 12 Nov 2024 13:07 WIB Video Cerita Para Peneliti Wanita RI: Riset Jamur-AI Deteksi Kerentanan Gempa 4 peneliti perempuan ini mendapatkan penghargaan dari L’Oreal-UNESCO. Mereka meneliti pemanfaatan jamur tempe hingga penggunaan AI dalam mendeteksi dampak gempa

detikEduSelasa, 12 Nov 2024 13:07 WIB Video Cerita Para Peneliti Wanita RI: Riset Jamur-AI Deteksi Kerentanan Gempa 4 peneliti perempuan ini mendapatkan penghargaan dari L’Oreal-UNESCO. Mereka meneliti pemanfaatan jamur tempe hingga penggunaan AI dalam mendeteksi dampak gempa

Video Kisah Peneliti Wanita Indonesia: Inovasi Jamur dan AI untuk Deteksi Kerentanan Gempa

Selasa, 12 November 2024, 13:07 WIB

Empat ilmuwan wanita Indonesia baru-baru ini meraih prestasi luar biasa dengan menerima penghargaan dari L’Oréal-UNESCO. Mereka mengembangkan penelitian yang memanfaatkan jamur tempe dan mengaplikasikan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi kerentanan terhadap gempa bumi. Penelitian ini tidak hanya menggambarkan kemampuan mereka dalam bidang sains, tetapi juga memberikan kontribusi yang penting dalam upaya mitigasi bencana di Indonesia.

Dalam video yang mendokumentasikan perjalanan penelitian mereka, para peneliti menjelaskan berbagai potensi penggunaan jamur tempe dalam konteks lingkungan dan kesehatan. Mereka juga menekankan betapa pentingnya teknologi AI dalam menganalisis data seismik untuk memprediksi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh gempa bumi. Melalui inisiatif ini, diharapkan masyarakat akan lebih sadar dan siap menghadapi bencana alam yang kerap melanda daerah tersebut.

Dengan penghargaan ini, keempat peneliti tersebut berharap bisa memotivasi lebih banyak perempuan untuk terlibat dalam dunia penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan. Mereka ingin menunjukkan bahwa inovasi bisa muncul dari berbagai disiplin ilmu. Penelitian mereka menjadi contoh yang jelas tentang bagaimana sinergi antara pengetahuan tradisional dan teknologi mutakhir dapat menghasilkan solusi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Sumber: anomsuryaputra.id