Honorer Tak Lulus PPPK Tahap II, Menteri PANRB Ungkap Nasibnya di 2025

Honorer Tak Lulus PPPK Tahap II, Menteri PANRB Ungkap Nasibnya di 2025

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah telah memberikan klarifikasi mengenai nasib tenaga honorer yang tidak berhasil dalam seleksi pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap dua.

Dalam pernyataannya, pemerintah menegaskan bahwa honorer yang tidak lolos dalam seleksi PPPK 2024 akan diangkat sebagai PPPK paruh waktu. Keputusan ini diambil sebagai jawaban atas tantangan keuangan yang dihadapi banyak instansi.

Pemerintah menegaskan bahwa tidak akan ada pemecatan terhadap tenaga honorer. Sebagai solusi, honorer yang tidak berhasil atau yang belum bisa mengikuti seleksi karena keterbatasan anggaran akan diangkat sebagai PPPK paruh waktu. Sementara itu, mereka yang berhasil dalam seleksi akan menjadi PPPK penuh waktu.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyanti menyatakan bahwa perubahan status ini juga merupakan bagian dari program 100 hari kerja Kementerian PANRB. Rini menjelaskan bahwa kebijakan ini mencakup beberapa inisiatif, termasuk penjelasan mengenai status kepegawaian non-ASN, pemetaan dan identifikasi, serta mendorong tenaga honorer untuk mendaftar dan mengikuti seleksi PPPK.

“Kami juga berencana untuk mengangkat tenaga non-ASN pada tahun 2024,” ujar Rini.

Rini menambahkan bahwa kebijakan perubahan status ini merupakan kelanjutan dari program yang telah dimulai sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia memastikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menghindari pemecatan massal terhadap tenaga honorer.

“Prinsip kami adalah untuk menghindari PHK massal, menjaga pendapatan mereka, dan tidak membebani anggaran,” tegas Rini.

Pendaftaran untuk PPPK tahap kedua telah dibuka sejak 17 November 2024 dan akan berakhir pada 31 Desember 2024. Calon peserta dapat mengakses link pendaftaran PPPK tahap II melalui portal Sistem Seleksi Calon ASN (SSCASN) yang disediakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

PPPK tahap II ini ditujukan bagi honorer yang saat ini bekerja di instansi pemerintah, termasuk lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Pada tahun 2024, pemerintah membuka formasi PPPK dalam jumlah terbesar, dengan total 1.031.554 formasi dari keseluruhan 1.280.547 formasi CASN 2024 (data per 22 Agustus 2024). Besarnya formasi PPPK ini merupakan upaya untuk menyelesaikan penataan tenaga non-ASN di berbagai instansi pemerintah.

(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tuntaskan Penataan Non-ASN, Pemerintah Buka Seleksi PPPK 2024



Artikel Selanjutnya



Honorer Tak Lulus Seleksi PPPK 2024, Begini Nasibnya



Kemendikdasmen Beri Bimbingan Teknis Guru SD untuk Tingkatkan Layanan BK

Kemendikdasmen Beri Bimbingan Teknis Guru SD untuk Tingkatkan Layanan BK

KOMPAS.com – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah meluncurkan program bimbingan teknis yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan guru Sekolah Dasar (SD) dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di berbagai wilayah di Indonesia.

Direktur Guru Pendidikan Dasar, Rachmadi Widdiharto, menyampaikan bahwa kegiatan bimbingan teknis ini dilaksanakan di beberapa lokasi di DKI Jakarta pada tanggal 3 hingga 7 Desember 2024.

“Dengan maraknya kasus kekerasan yang terjadi, sangat krusial bagi guru untuk mengikuti pelatihan dan meningkatkan kompetensi dalam layanan bimbingan dan konseling demi kesejahteraan anak-anak,” kata Rachmadi dalam rilis yang diterima pada Kamis (5/12/2024).

Dia menegaskan bahwa pentingnya pelatihan ini didasarkan pada hasil Asesmen Nasional 2022, yang menunjukkan bahwa sekitar 34,51 persen siswa berisiko mengalami kekerasan seksual.

Baca juga: Mendikdasmen Akan Tingkatkan Kualitas Guru BK, Ini Tujuannya

Peran Guru dalam Tumbuh Kembang Anak

Selain itu, 26,9 persen siswa juga berpotensi menghadapi hukuman fisik, dan 36,31 persen berisiko mengalami perundungan.

Rachmadi menambahkan bahwa tidak semua guru kelas di tingkat SD memiliki pelatihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.

“Oleh karena itu, bimbingan teknis ini sangat penting untuk memastikan setiap anak mendapatkan kesempatan belajar yang optimal, sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka,” ujarnya.

Dia juga menekankan bahwa peran guru tidak hanya terbatas pada pengajaran di kelas, tetapi juga mencakup tanggung jawab untuk memastikan proses tumbuh kembang anak berjalan dengan baik.

Rachmadi berharap agar hasil dari bimbingan teknis ini dapat diterapkan secara berkelanjutan di setiap daerah.

“Kami berharap para guru dapat mengidentifikasi potensi yang dimiliki setiap anak dan memberikan dukungan saat mereka menghadapi kesulitan,” tambahnya.

Baca juga: Atasi Bullying di Sekolah, Pemerintah Berencana Tambah Jumlah Guru BK

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti juga menegaskan komitmen pihaknya untuk meningkatkan kualitas guru Bimbingan Konseling (BK).

Prof. Mu’ti menjelaskan bahwa ini merupakan bagian dari upaya memperkuat pendidikan karakter anak dan memberikan peran yang lebih signifikan kepada guru.

“Ini adalah bagian dari inisiatif kami untuk memperkuat pendidikan karakter, serta memberikan lebih banyak tanggung jawab kepada para guru,” ungkap Prof. Mu’ti kepada wartawan di Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Peningkatan kualitas ini, menurut Prof. Mu’ti, akan dimulai dengan pelatihan untuk guru BK yang direncanakan berlangsung mulai tahun 2025.

Baca juga: Mendikdasmen Abdul: Kualitas 3 Guru Mapel dan BK Bakal Ditingkatkan

Dengan demikian, guru BK tidak hanya diharapkan memberikan sanksi atau hukuman, tetapi juga berfokus pada pengembangan minat dan bakat siswa.

“Ini adalah bagian dari usaha kami agar siswa sejak dini dapat mengenali minat dan bakat mereka, dan guru bimbingan konseling akan memegang peranan kunci dalam proses ini,” tutup Prof. Mu’ti.


Ikuti breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu untuk mendapatkan berita dari Kompas.com melalui WhatsApp Channel: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Fenomena Air Terjun Berdarah Dikaitkan dengan Piramida di Bawah Antartika

Fenomena Air Terjun Berdarah Dikaitkan dengan Piramida di Bawah Antartika

Harap tunggu…

Piramida yang Terlihat di Bawah Antartika. FOTO/ INDY

ALASKA – Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai teori konspirasi terkait Antartika telah menarik perhatian publik lebih dari yang mungkin Anda bayangkan.

Salah satu fenomena menarik yang banyak dibicarakan adalah “air terjun berdarah,” yang dianggap sebagai salah satu keajaiban alam yang paling unik. Selain itu, ada juga misteri seputar apa yang disebut sebagai “piramida” yang ditemukan di benua es ini.

Namun, sebenarnya, yang terlihat itu bukanlah piramida, melainkan sebuah gunung.

Pegunungan Ellsworth merupakan rangkaian pegunungan tertinggi di Antartika, membentang sejauh 400 km, dan gunung yang dimaksud ditemukan oleh Ekspedisi Antartika Inggris pada periode 1910 hingga 1913.

Nama “Piramida” diberikan untuk menyembunyikan karakter asli dari penemuan tersebut pada saat itu.

Selama lebih dari seratus tahun, banyak orang berspekulasi tentang kebenaran lokasi ini (meskipun kenyataannya adalah gunung yang menjulang dari lapisan es), dan kini fitur geografis menarik lainnya telah ditemukan, memicu diskusi baru.

Koordinat lokasi tersebut adalah 79°58’39.25?S 81°57’32.21?W, menjadikannya salah satu titik yang paling dicari di Google Earth. Lokasi keduanya terletak di 79°58’39.25?S 81°57’32.21?W di Google Earth.

Dalam sebuah wawancara dengan IFL Science, Dr. Mitch Darcy, seorang ahli geologi di Pusat Penelitian Geosains Jerman yang berlokasi di Potsdam, menjelaskan: “Struktur yang tampak seperti piramida ini berada di Pegunungan Ellsworth, yang memiliki panjang lebih dari 400 km. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ada puncak-puncak berbatu yang terlihat menonjol di atas lapisan es. Puncak tersebut jelas terdiri dari batuan, dan kebetulan saja bentuknya mirip dengan piramida.

“Bentuknya yang sederhana membuatnya bukanlah kebetulan yang luar biasa. Sesuai definisinya, itu disebut nunatak, yaitu puncak batu yang menonjol di atas gletser atau lapisan es. Meskipun terlihat seperti piramida, itu tidak berarti bahwa itu adalah struktur buatan manusia.”

Referensi: anomsuryaputra.id

Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara yang Akan Hilang Duluan dari Bumi

Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara yang Akan Hilang Duluan dari Bumi

Jakarta, CNBC Indonesia – Korea Selatan, yang sebelumnya menjadi contoh teladan dalam pertumbuhan ekonomi dan modernisasi, kini menghadapi masalah serius terkait krisis kesuburan. Angka kelahiran di negara ini telah jatuh ke tingkat yang sangat rendah.

Jika tren ini berlanjut, diperkirakan bahwa populasi Negeri Ginseng ini bisa berkurang hingga sepertiga dari jumlah penduduk saat ini pada akhir abad ini.

Lalu, apa yang menjadi penyebab fenomena ini? Berdasarkan laporan dari Economic Times yang dirilis pada Minggu (1/12/2024), penyebabnya jauh lebih kompleks, melibatkan faktor sosial-ekonomi serta ketegangan gender yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Awal Penurunan Angka Kelahiran di Korsel

Penurunan angka kelahiran di Korea Selatan dimulai dengan adanya kebijakan keluarga berencana. Pada tahun 1960-an, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan angka kelahiran, khawatir bahwa pertumbuhan populasi akan melampaui kemampuan pembangunan ekonomi.

Pada saat itu, pendapatan per kapita Korea Selatan hanya mencapai 20% dari rata-rata global, sementara angka kesuburan mencapai angka yang sangat tinggi, yaitu 6 anak per wanita. Namun, pada tahun 1982, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, angka kelahiran mulai menurun menjadi 2,4. Walaupun masih di atas tingkat penggantian yang diperlukan sebesar 2,1, ini merupakan langkah pertama yang positif.

Sejak tahun 1983, angka kelahiran terus menurun hingga mencapai tingkat penggantian, dan penurunan ini semakin cepat. Penurunan yang awalnya terencana kini telah bertransformasi menjadi krisis, dengan proyeksi populasi Korea Selatan yang bisa merosot dari 52 juta menjadi hanya 17 juta pada akhir abad ini.

Dalam skenario terburuk, beberapa perkiraan menyebutkan bahwa negara ini bisa kehilangan hingga 70% dari populasinya, yang berarti hanya tersisa sekitar 14 juta orang. Hal ini berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi dan menciptakan tantangan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara yang Akan Hilang Duluan dari Bumi

Foto: Ilustrasi warga Korea Selatan mengangkat bendera. (AP Photo/Lee Jin-man)
Ilustrasi warga Korea Selatan mengangkat bendera. (AP Photo/Lee Jin-man)

Akar Penyebab Penurunan Angka Kelahiran

Penyebab utama dari masalah ini terletak pada perubahan sosial dan budaya yang terjadi di negara tersebut. Banyak perempuan, terutama di kota-kota besar, lebih memilih untuk fokus pada karier daripada memulai sebuah keluarga.

Lebih dari setengah responden dalam survei pemerintah tahun 2023 mengidentifikasi “beban mengasuh anak” sebagai tantangan terbesar yang dihadapi perempuan dalam dunia kerja.

Dengan meningkatnya jumlah rumah tangga dengan pendapatan ganda serta akses pendidikan yang lebih baik, perempuan kini memiliki kebebasan untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan dan memiliki anak.

Di samping itu, pandangan terhadap pernikahan juga telah berubah; pernikahan tidak lagi dianggap sebagai syarat untuk memiliki anak. Dalam dekade terakhir, persentase orang yang menerima ide memiliki anak di luar nikah meningkat dari 22% menjadi 35%, meskipun hanya sekitar 2,5% anak yang lahir di luar nikah di Korea Selatan.

Bagi pasangan yang telah menikah, perempuan semakin menuntut kesetaraan dalam pembagian tanggung jawab rumah tangga. Kesenjangan gender tetap sangat mencolok, dengan 92% perempuan yang mengurus pekerjaan rumah tangga pada hari kerja, dibandingkan hanya 61% laki-laki.

Kesenjangan ini telah menimbulkan frustrasi yang luas terhadap peran tradisional dalam pernikahan. Menariknya, survei tahun 2024 menunjukkan bahwa sepertiga perempuan di Korea Selatan tidak ingin menikah, dengan 93% dari mereka menyebutkan beban pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak sebagai alasan utama.

Meskipun pemerintah telah berusaha mengatasi penurunan angka kelahiran dengan berbagai langkah, termasuk insentif finansial dan inisiatif lainnya, hasilnya hingga kini belum menunjukkan perubahan yang signifikan.

Pemerintah telah meluncurkan serangkaian kebijakan untuk meningkatkan angka kelahiran, seperti merekrut pekerja rumah tangga asing untuk membantu pengasuhan anak, memberikan keringanan pajak, dan bahkan mempertimbangkan untuk membebaskan laki-laki dari wajib militer jika mereka memiliki tiga anak atau lebih pada usia 30 tahun. Namun, upaya ini belum memberikan hasil yang diharapkan.

Perjuangan Kesetaraan Gender

Kesenjangan gender di Korea Selatan mungkin menjadi salah satu faktor paling signifikan yang berkontribusi terhadap krisis fertilitas. Sementara perempuan semakin mencari kemitraan yang setara, iklim politik di negara tersebut menunjukkan peningkatan sentimen anti-feminis, terutama di kalangan laki-laki muda.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, yang terpilih pada tahun 2022 dengan dukungan besar dari pemilih laki-laki, telah menyarankan penghapusan kuota gender dan bahkan menyatakan bahwa feminisme adalah penyebab utama perpecahan hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Pernyataan ini memicu perdebatan politik dan budaya yang sengit, di mana sikap presiden terhadap kesetaraan gender telah mendapat kritik tajam dari aktivis hak-hak perempuan dan semakin memperuncing perpecahan di masyarakat.

Korea Selatan berada di peringkat terendah di OECD dalam hal kesetaraan gender, menduduki posisi ke-94 secara global. Negara ini tertinggal dalam beberapa bidang penting seperti partisipasi ekonomi (peringkat ke-112), pendidikan (peringkat ke-100), pemberdayaan politik (peringkat ke-72), dan kesehatan (peringkat ke-47).

Ketidakseimbangan gender ini telah menimbulkan frustrasi di kedua belah pihak, di mana perempuan menuntut kesempatan yang lebih setara sementara laki-laki mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dianggap mendukung perempuan.

Krisis fertilitas di Korea Selatan bukan hanya masalah demografis, tetapi juga mencerminkan ketidaksetaraan gender dan konflik budaya yang kompleks di negara ini. Seiring dengan terus menurunnya populasi, negara ini dihadapkan pada tantangan besar untuk menyelesaikan masalah ini sambil menghadapi kompleksitas peran keluarga, pekerjaan, dan gender.

(tfa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Song Jae-Rim Meninggal Dunia, Bikin Kaget Dunia Hiburan Korea



Artikel Selanjutnya



‘Neraka Bocor’ Makan Korban Baru: Korea Selatan